PT PANP GRTT Ulang Lahan Dalam Dokumen Resmi, Picu Konflik Panas Antara Dusun Nabo dan Bacang!

LANDAK –Kabupaten Landak kembali diguncang konflik lahan perkebunan kelapa sawit! PT. Perkebunan Anak Negeri Pasaman (PT. PANP) melakukan GRTT (Ganti Rugi Tanam Tumbuh) ulang di atas lahan sawit yang sudah sah secara hukum milik warga Dusun Bacang, Desa Tengue, Kecamatan Air Besar.
Aksi ini memicu konflik panas dengan Dusun Nabo, Desa Ampadi, Kecamatan Meranti.
Lahan seluas lebih dari 30 hektar, yang sudah tercatat resmi dalam dokumen CPCL sejak tahun 2006 atas nama warga Bacang Dusun Tengue Kecamatan Air Besar — Bujat, Buka, dan Dana — secara mengejutkan di-GRTT ulang pada tahun 2017 oleh perusahaan dan dialihkan kepada enam warga Dusun Nabo Desa Ampadi Kecamatan Meranti Tindakan ini langsung memantik kemarahan warga Bacang. Langkah ini langsung memicu konflik horizontal yang mengusik ketenangan warga kedua dusun.
Roni Setiawan, warga Dusun Bacang, mempertanyakan tindakan sepihak PT. PANP.
“Tahun 2006 lahan kami sudah di-GRTT sah, kenapa 2017 bisa di-GRTT ulang? Ini mencederai hukum dan adat yang telah disepakati!” ujarnya geram.
Sementara itu, Kadus Dusun Bacang, Ibu Kasdim Nase, menambahkan bahwa perkara ini pernah selesai secara adat di tahun 2013, dan sangat disayangkan perusahaan memicu ulang konflik yang telah lama didamaikan.
“Kami sudah dapat surat gugatan baru dari Dusun Nabo tanggal 25 April 2025. Mediasi sudah dilakukan dan hasilnya tegas: lahan itu milik Dusun Bacang,” tegasnya.
Mediasi digelar Rabu (28/5/2025) di Aula Dinas Perkebunan Kabupaten Landak. Dinas Perkebunan menyimpulkan bahwa perusahaan telah meng-GRTT satu lahan kepada dua kelompok masyarakat berbeda, yakni Bacang dan Nabo. Ini dinilai sebagai kesalahan administratif fatal.
Aswanto, S.PKP, selaku pihak dari Dinas Perkebunan menegaskan:
“Sudah jelas CPCL atas nama Bujat, Buka, dan Dana dari Dusun Bacang terdaftar dan digunakan untuk revitalisasi. Tidak bisa diutak-atik lagi!”
Tak hanya itu, Paulus, S. Hut, Sekretaris Dinas Perkebunan, memberikan peringatan keras kepada manajemen perusahaan:
“Perusahaan harus ambil lahan inti untuk dialihkan ke warga Nabo. Jangan ganggu plasma milik warga Bacang yang sudah sah! Ini kewajiban moral dan hukum!”
Yusuf, juru bicara Dusun Bacang, menyebut tindakan perusahaan ini sebagai bentuk kelalaian administratif serius dan mengabaikan hak warga asli pemilik lahan.
“Kami berharap ini terakhir kalinya perusahaan membuat gaduh! Ini tanah kami, bukan milik yang bisa seenaknya dibagi ulang!” ujarnya lantang.
Pertemuan tersebut juga dihadiri Kapolsek Air Besar, camat, kepala desa, tokoh adat, dan masyarakat kedua belah pihak.
Sengketa ini menjadi sorotan luas karena menyangkut program revitalisasi pemerintah yang menggunakan dana negara. Bila tak diselesaikan dengan benar, bukan hanya warga, tapi negara pun dirugikan. (Yohanes)