Begini Mekanisme Pembentukan Tambang Rakyat Secara Legal di Indonesia

LANDAK – Wacana pembentukan tambang rakyat di Kabupaten Landak kian menguat seiring dengan desakan masyarakat meminta kepada DPRD untuk segera merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang Pertambangan Rakyat.
Namun, banyak yang belum memahami bahwa kegiatan pertambangan rakyat tidak bisa dilakukan sembarangan, dan ada mekanisme resmi yang harus diikuti sesuai aturan nasional.
Berikut ulusan mekanisme secara hukum, pembentukan tambang rakyat harus dimulai dari penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pemerintah kabupaten/kota berperan penting dalam proses ini dengan mengusulkan wilayah yang dinilai cocok sebagai lokasi tambang rakyat.
Wilayah yang diusulkan harus memenuhi kriteria tertentu, seperti tidak tumpang tindih dengan izin pertambangan yang sudah ada dan biasanya merupakan lokasi bekas tambang atau memiliki cadangan mineral yang kecil dan tersebar.
Setelah dilakukan evaluasi teknis dan disetujui, wilayah tersebut akan ditetapkan sebagai WPR oleh Menteri ESDM.
Barulah setelah itu, masyarakat, koperasi, atau kelompok usaha lokal bisa mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) ke pemerintah daerah.
IPR hanya berlaku untuk warga negara Indonesia dan berlaku selama lima tahun, dengan luas maksimal satu hektare per orang atau kelompok. Tambang rakyat juga dilarang menggunakan alat berat dan bahan kimia berbahaya seperti merkuri.
Dengan adanya mekanisme ini, diharapkan pertambangan rakyat dapat berjalan secara legal, aman, dan ramah lingkungan.
Pemerintah daerah dan DPRD pun diharapkan aktif mendorong proses usulan WPR agar masyarakat penambang di Kabupaten Landak mendapat perlindungan hukum dan kepastian usaha.
Berikut adalah petikan dari beberapa sumber hukum yang mengatur mekanisme pertambangan rakyat di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 22A
“Wilayah Pertambangan Rakyat merupakan bagian dari Wilayah Pertambangan yang dialokasikan untuk masyarakat setempat atau kelompok masyarakat setempat guna melakukan kegiatan penambangan rakyat.”
Pasal 66
“Izin Pertambangan Rakyat hanya dapat diberikan kepada orang perseorangan yang merupakan warga negara Indonesia, kelompok masyarakat, koperasi, atau badan usaha milik desa.”
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara:
Pasal 57
“Pemerintah Daerah dapat mengusulkan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat kepada Menteri untuk ditetapkan menjadi WPR.”
Pasal 59
“Setelah WPR ditetapkan, permohonan Izin Pertambangan Rakyat dapat diajukan oleh masyarakat kepada Gubernur atau Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya.”
3. Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2020
Tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan:
Pasal 43 ayat (1)
“IPR diberikan dalam wilayah WPR yang telah ditetapkan oleh Menteri.”
Pasal 44 ayat (1)
“Luas wilayah IPR untuk perorangan paling banyak 1 (satu) hektare dan untuk kelompok paling banyak 5 (lima) hektare.”A
Editor: (Yohanes)