Longsor Ancam Rumah Adat Noyan, PWKS Kritik Keras Dinas PUPR

IMG-20250416-WA0209

SANGGAU – Proyek pembangunan Rumah Adat Noyan di Kabupaten Sanggau kembali menuai sorotan. Bangunan yang dikerjakan oleh CV RAMA PUTRA dengan nilai kontrak hampir Rp2 miliar itu mengalami longsor di bagian depan, memunculkan tanda tanya besar soal kualitas perencanaan teknis.

Proyek ini merupakan bagian dari pekerjaan konstruksi yang diampu oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sanggau. Namun, menurut sejumlah pihak, pelaksana proyek terindikasi mengabaikan kajian teknis penting, terutama mengingat lokasi pembangunan berada di atas tanah timbunan yang rawan pergerakan.

Ketua Persatuan Wartawan Kabupaten Sanggau (PWKS), Wawan Suwandi, menyayangkan lemahnya pengawasan teknis. Ia menilai proyek tersebut telah melangkahi aspek krusial dalam dunia konstruksi.

“Ini bukan sekadar bangunan, ini simbol budaya masyarakat adat. Harusnya dilakukan uji kelayakan tanah dan rekayasa lapangan dulu.

Kalau hal mendasar seperti ini saja diabaikan, itu sudah kelalaian serius,” ujar Wawan yang akrab disapa Juragan, saat ditemui di sebuah warkop di tepi Sungai Kapuas, Rabu (16/4).

Juragan juga menekankan bahwa persoalan ini bukan soal estetika bangunan, tapi soal keamanan dan ketahanan jangka panjang. “Jangan sampai proyek miliaran rupiah hanya berdiri seumur jagung karena kelalaian teknis,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas PUPR Sanggau, Aris Sudarsono, menyatakan bahwa proyek telah diselesaikan dan diserahterimakan secara resmi kepada Pemerintah Kecamatan Noyan.

“Pekerjaan sesuai kontrak dan sudah diserahterimakan,” jelas Aris melalui pesan WhatsApp. Ia juga menyebut bahwa pihaknya telah menanggapi surat dari Camat Noyan terkait longsor dengan menyarankan penanaman pohon sebagai upaya awal mitigasi.

Meski demikian, hingga kini belum ada tindakan teknis lanjutan seperti pembangunan dinding penahan tanah atau kajian geoteknik untuk area terdampak.

Sejumlah warga dan tokoh pemuda adat menilai proyek ini gagal menunjukkan penghormatan terhadap nilai budaya.

“Rumah adat ini simbol identitas kami. Tapi kalau dibangun sembarangan di atas tanah rentan longsor, ini menunjukkan minimnya penghargaan terhadap budaya lokal,” kata Berto (nama samaran), tokoh pemuda setempat.

Sementara itu, pihak kontraktor pelaksana, CV RAMA PUTRA, hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan resmi.

Warga berharap ada audit menyeluruh atas pelaksanaan proyek dan transparansi penuh dari pihak terkait, agar kejadian serupa tak terulang—terutama dalam pembangunan yang menyangkut warisan budaya. (TIM)

Editor: Yohanes

About The Author